JAKARTA - Skema Coordination of Benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta memunculkan dinamika baru dalam layanan kesehatan.
Meski menawarkan potensi perluasan pasar, penerapan skema ini menimbulkan tantangan terkait pembagian biaya rawat inap, terutama untuk kamar utama dan VIP. Asuransi swasta menilai proporsi biaya perlu disesuaikan agar skema lebih berimbang.
Limit Biaya dalam Skema CoB
Otoritas Jasa Keuangan mengilustrasikan besaran limit biaya medis dalam skema CoB, yaitu 250% dari standar i-DRG. Dari jumlah itu, BPJS Kesehatan menanggung 75%, sedangkan asuransi swasta maksimal menanggung 175% sisanya.
Skema ini dimaksudkan agar peserta mendapatkan manfaat tambahan dari perusahaan asuransi ketika biaya melebihi limit standar. Tujuannya adalah menjaga kualitas pelayanan dan kepastian penggantian biaya bagi peserta kelas I dan II.
Namun, proporsi pembiayaan ini memunculkan keberatan dari pihak asuransi swasta. Beberapa perusahaan menilai tanggungan 175% terlalu berat dan memerlukan dialog lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan bersama.
Pandangan Asuransi Swasta
Wakil Presiden Direktur PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI), Nicolaus Prawiro, menyatakan pembagian biaya dalam skema CoB terlalu memberatkan. Ia mengharapkan diskusi terbuka dengan BPJS Kesehatan untuk menyesuaikan proporsi tanggungan.
Meski demikian, ACPI telah menerapkan skema CoB melalui hospital cashplan, yang menanggung biaya harian sesuai lama rawat atau biaya yang tidak ditanggung BPJS. Skema ini membantu perusahaan asuransi tetap melayani peserta dengan pelayanan optimal.
Tantangan utama, menurut Nico, muncul saat melakukan review biaya kamar utama dan VIP. Perlu penyesuaian agar pembiayaan tetap berimbang dan pelayanan peserta kelas premium tidak terganggu.
Peluang dan Tantangan Pasar
Menurut Nico, skema CoB memberikan peluang bagi asuransi untuk memperluas pasar. Dengan edukasi masyarakat meningkat, semakin banyak peserta yang sadar akan manfaat tambahan dari asuransi swasta.
Keberhasilan skema ini sangat bergantung pada kualitas pelayanan. Jika pelayanan asuransi optimal, kemungkinan penetrasi pasar meningkat dan masyarakat semakin memanfaatkan layanan tambahan dari perusahaan asuransi.
Namun, implementasi tetap perlu hati-hati. Skema CoB harus dijalankan dengan transparan dan proporsional agar tidak menimbulkan beban berlebih bagi perusahaan asuransi maupun peserta yang memanfaatkan fasilitas tambahan.
Implementasi Skema CoB di Lapangan
BPJS Kesehatan menyebut skema CoB mulai diterapkan pada Juli 2025 dalam program JKN. Peserta kelas I dan II dapat menambah layanan kesehatan melalui pembiayaan sendiri atau melalui asuransi tambahan dari tempat kerja.
Beberapa fasilitas layanan kesehatan sudah menjalankan skema CoB sebelum aturan resmi berlaku. Hal ini bertujuan memberikan pengalaman peserta yang lebih baik dan memastikan proses koordinasi manfaat berjalan lancar.
Skema ini juga mendorong sinergi antara BPJS dan perusahaan asuransi swasta. Peserta memperoleh layanan tambahan sesuai kelas perawatan, sementara asuransi swasta memiliki peluang untuk meningkatkan cakupan layanan dan penetrasi pasar di sektor kesehatan.
Secara keseluruhan, CoB menjadi langkah strategis dalam memperluas jaminan kesehatan dan meningkatkan kualitas layanan. Dengan penyesuaian proporsi biaya dan koordinasi yang tepat, skema ini berpotensi menjadi model layanan kesehatan yang berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak.