Gejala sipilis pada pria sering kali sulit dikenali karena cenderung tidak langsung menunjukkan tanda-tanda yang jelas.
Penyakit ini, yang dikenal juga sebagai raja singa, termasuk jenis infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri bernama Treponema pallidum.
Jika tidak segera ditangani dengan benar, kondisi ini bisa berkembang menjadi gangguan kesehatan yang lebih serius dan berisiko menimbulkan komplikasi dalam jangka panjang.
Dalam dunia medis, penyakit ini telah diklasifikasikan berdasarkan tahapan perkembangannya. Setiap tahap memiliki ciri yang berbeda, dan penting bagi siapa pun untuk mengenali tandanya sedini mungkin.
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai berbagai gejala sipilis pada pria yang patut diwaspadai.
Ragam Gejala Sipilis pada Pria
Setiap fase perkembangan penyakit ini menampilkan tanda-tanda yang berbeda satu sama lain. Gejala sipilis pada pria umumnya bisa muncul secara bersamaan dan tidak selalu mengikuti urutan tahapannya.
Penyakit ini terbagi ke dalam empat fase, yaitu tahap awal, tahap lanjutan, tahap tersembunyi, dan tahap akhir. Masing-masing fase memiliki ciri dan keluhan yang khas.
Mengacu pada penjelasan dari Mayo Clinic, infeksi bakteri penyebab penyakit ini bisa saja terjadi tanpa menunjukkan gejala apa pun selama bertahun-tahun.
Untuk memahami lebih lanjut, berikut uraian lengkap mengenai berbagai tanda yang mungkin dialami pria saat mengidap kondisi tersebut.
1. Fase Awal
Pada tahap pertama, infeksi mulai ditandai dengan kemunculan luka kecil yang disebut chancre. Luka ini muncul di area tempat bakteri masuk ke dalam tubuh, namun biasanya tidak menimbulkan rasa sakit sehingga kerap kali tidak disadari oleh penderitanya.
Luka tersebut bisa mulai berkembang sekitar tiga minggu setelah tubuh terpapar bakteri, namun pada sebagian kasus, bisa muncul antara 10 hingga 90 hari setelah infeksi terjadi.
Karena keberadaannya sulit dikenali, individu pada fase ini sangat mungkin menyebarkan infeksi kepada orang lain. Beberapa ciri yang umumnya muncul di fase awal antara lain:
- Pada laki-laki, luka muncul di area genital, meskipun tidak selalu pada bagian utama alat kelamin, dan bisa disertai nyeri.
- Pada perempuan, luka dapat muncul di bagian luar maupun dalam organ reproduksi, tapi jarang menimbulkan rasa sakit.
- Pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar area luka.
- Luka juga bisa muncul di bagian lain seperti bibir dan rongga mulut.
Luka akibat fase awal ini biasanya bertahan antara tiga hingga enam minggu dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Meski begitu, kesembuhan luka tidak menandakan bahwa infeksinya hilang dari tubuh. Individu tetap berpotensi menyebarkan infeksi meski luka sudah mengering.
2. Fase Lanjutan
Setelah luka di tahap awal menghilang, fase berikutnya ditandai dengan munculnya ruam kulit dalam waktu dua hingga dua belas minggu.
Ruam ini bisa menyebar ke seluruh tubuh, meski paling sering ditemukan di bagian telapak tangan dan kaki. Sama seperti fase sebelumnya, infeksi pada tahap ini juga tetap bisa menular. Tanda-tanda yang sering muncul pada fase ini antara lain:
- Ruam berwarna cokelat kemerahan yang menyerupai kondisi kulit biasa. Ruam ini bisa berupa bercak kecil yang padat dan datar, atau sedikit timbul dengan ukuran kurang dari dua sentimeter.
- Muncul luka kecil terbuka di area membran mukosa, yang kadang berisi nanah dan bentuknya menyerupai kutil.
- Bagi individu dengan warna kulit lebih gelap, ruam bisa tampak lebih cerah dibandingkan warna kulit sekitarnya.
Ruam biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam waktu dua bulan dan tidak meninggalkan bekas. Namun, perubahan warna pada kulit bisa terjadi setelah ruam sembuh.
Selain ruam, infeksi yang telah menyebar ke berbagai bagian tubuh juga dapat menimbulkan gejala lain, seperti:
- Kenaikan suhu tubuh, meskipun tidak melebihi 38,3°C
- Tubuh terasa lemah dan tidak nyaman
- Nyeri pada tenggorokan
- Penurunan berat badan
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Kerontokan rambut di area tertentu, seperti alis, bulu mata, dan kulit kepala
- Kekakuan pada leher, sakit kepala, perubahan suasana hati, gangguan pergerakan, refleks yang tidak sesuai, hingga gerakan bola mata yang tidak normal
Semua gejala yang muncul pada tahap ini bisa menghilang tanpa pengobatan medis. Meski begitu, infeksi tetap berada di dalam tubuh, sehingga penderitanya masih berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain.
3. Fase Laten
Jika tanda-tanda infeksi tidak kunjung mereda, penting untuk segera mencari penanganan medis. Kondisi tersebut menandakan bahwa infeksi telah memasuki fase laten, yaitu tahap lanjutan setelah bakteri menginfeksi tubuh.
Setelah ruam pada tahap sebelumnya hilang, penderita biasanya tidak akan merasakan keluhan apa pun untuk beberapa waktu. Fase ini disebut laten karena infeksinya tetap aktif di dalam tubuh meskipun tidak menunjukkan gejala.
Umumnya, fase ini berlangsung sekitar satu tahun, tetapi dalam beberapa kasus bisa bertahan antara lima hingga dua puluh tahun. Selama masa ini, diagnosis hanya bisa ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium, seperti tes darah.
Beberapa penderita mungkin menunjukkan gejala tertentu atau bisa menularkan infeksi kepada bayinya saat hamil.
Meskipun tidak ada gejala yang tampak, seseorang tetap berpotensi menyebarkan infeksi, terutama di awal fase laten atau selama fase ini berlangsung.
4. Fase Tersier
Dibandingkan dengan ketiga tahap sebelumnya, fase tersier merupakan yang paling berbahaya.
Jika tidak segera mendapatkan pengobatan yang tepat, kondisi ini biasanya muncul sekitar satu tahun setelah awal infeksi, namun bisa juga timbul kapan saja selama hidup seseorang.
Fase ini dikenal sangat merusak karena bisa menyerang berbagai organ penting dalam tubuh.
Infeksi yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan gangguan serius pada jantung dan pembuluh darah, sistem saraf, serta memicu kebutaan, gangguan kejiwaan, bahkan kematian.
Ciri-ciri pada tahap akhir ini sangat bergantung pada jenis komplikasi yang terjadi. Beberapa komplikasi serius yang dapat muncul antara lain:
- Munculnya luka besar di permukaan kulit atau jaringan dalam tubuh yang dikenal dengan istilah gummata.
- Infeksi pada jantung dan pembuluh darah yang disebut sifilis kardiovaskular.
- Kerusakan sistem saraf akibat infeksi, yang dikenal dengan istilah neurosifilis.
Penanganan sejak dini menjadi kunci utama untuk mencegah infeksi berkembang hingga mencapai tahap ini.
Gejala Sipilis pada Otak, Mata, dan Telinga
Jika infeksi ini tidak segera mendapatkan penanganan medis yang tepat, maka penyebarannya dapat menjangkau berbagai bagian tubuh, termasuk otak, mata, dan telinga.
Kondisi tersebut dikenal dengan istilah neurosifilis ketika menyerang otak, sifilis okular saat mengenai mata, serta otosifilis jika menyerang telinga.
Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa komplikasi semacam ini bisa terjadi pada semua fase perkembangan infeksi, baik di tahap awal maupun tahap akhir.
Ketika infeksi menjalar ke sistem saraf pusat, sejumlah keluhan dapat muncul, antara lain:
- Sakit kepala hebat
- Sulit mengendalikan gerakan otot
- Kehilangan fungsi gerak pada anggota tubuh tertentu
- Sensasi mati rasa
- Gangguan fungsi otak seperti pikun atau penurunan daya ingat
Apabila infeksi sudah memengaruhi mata, berikut ini beberapa gejala yang dapat dirasakan:
- Rasa nyeri pada mata
- Kemerahan pada bagian mata
- Gangguan dalam melihat secara jelas
- Kehilangan penglihatan
Sedangkan jika penyebarannya terjadi pada telinga, tanda-tanda yang bisa muncul meliputi:
- Penurunan kemampuan mendengar
- Telinga berdenging secara terus-menerus
- Rasa pusing atau vertigo yang mengganggu keseimbangan
Komplikasi yang menyerang organ-organ penting ini bisa berdampak serius jika tidak segera ditangani secara medis.
Ciri-ciri Sipilis pada Pria
Tanda-tanda awal dari infeksi ini pada pria dapat dikenali sebelum kondisinya berkembang menjadi lebih serius. Beberapa gejala yang umumnya dialami meliputi:
- Timbul rasa sakit saat melakukan hubungan seksual.
- Muncul sensasi nyeri ketika buang air kecil.
- Adanya luka berwarna kemerahan di area organ intim yang tampak kekuningan, namun tidak menimbulkan rasa sakit.
- Keluarnya cairan atau lendir dari penis.
Mengenali gejala sejak dini sangat penting agar penanganan dapat dilakukan secara cepat dan efektif.
Faktor Risiko Sipilis pada Pria
Setiap individu yang aktif secara seksual memiliki potensi untuk terinfeksi penyakit ini. Oleh karena itu, penting untuk memahami beberapa hal yang dapat meningkatkan kemungkinan tertular.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko pada pria antara lain:
- Melakukan hubungan intim tanpa menggunakan alat pelindung seperti kondom.
- Melakukan kontak seksual dengan orang yang sudah terinfeksi.
- Menjalin hubungan seksual dengan pasangan dari wilayah yang memiliki tingkat kasus penyakit ini cukup tinggi.
- Mempunyai riwayat kelahiran dari ibu yang pernah menderita infeksi tersebut.
Mewaspadai faktor-faktor tersebut dapat membantu mengurangi risiko penularan dan menjaga kesehatan secara keseluruhan.
Cara Mencegah Tertular Sipilis
Setelah memahami berbagai tanda-tanda infeksi ini pada pria, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari penularannya, antara lain:
- Menghindari perilaku seksual bebas atau berganti-ganti pasangan.
- Menjalin hubungan seksual yang stabil dengan satu pasangan yang telah terbukti bebas dari infeksi.
- Selalu menggunakan alat pelindung seperti kondom saat melakukan hubungan intim.
- Tidak menggunakan alat bantu seksual secara bergantian dengan orang lain.
- Menjauhi konsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang yang dapat mendorong perilaku seksual berisiko.
Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini, risiko tertular dapat diminimalkan secara signifikan.
Cara Mengobati Sipilis
Penyakit ini sebenarnya dapat diatasi melalui pengobatan medis yang tepat. Penanganannya umumnya melibatkan penggunaan antibiotik yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Salah satu jenis antibiotik yang sering digunakan adalah penisilin, yang dinilai cukup ampuh dalam membasmi bakteri penyebab infeksi. Namun, jika pasien memiliki alergi terhadap penisilin, dokter akan memberikan alternatif antibiotik lain.
Bagi mereka yang terdiagnosis pada tahap awal, seperti fase pertama, kedua, atau laten dengan durasi kurang dari satu tahun, pengobatan dapat dilakukan melalui satu kali suntikan antibiotik.
Sementara itu, untuk infeksi yang telah berlangsung lebih dari satu tahun, biasanya dibutuhkan dosis tambahan untuk memastikan efektivitas pengobatan.
Di hari pertama setelah terapi dimulai, pasien mungkin akan mengalami reaksi tubuh yang disebut reaksi Jarisch-Herxheimer. Kondisi ini ditandai dengan gejala seperti demam, menggigil, rasa mual, nyeri di tubuh, dan sakit kepala.
Setelah menjalani terapi, ada beberapa hal penting yang biasanya disarankan oleh tenaga medis, antara lain:
- Melakukan pemeriksaan darah secara rutin guna mengevaluasi efektivitas pengobatan. Tindak lanjut ini akan disesuaikan dengan tahap infeksi yang dialami.
- Menunda aktivitas seksual hingga pengobatan benar-benar selesai dan hasil tes menyatakan bahwa tubuh sudah bersih dari infeksi.
- Menginformasikan kepada pasangan seksual agar mereka juga menjalani pemeriksaan dan perawatan bila diperlukan.
- Menjalani tes tambahan untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi lain seperti HIV.
Meski sudah menjalani pengobatan, pemeriksaan laboratorium tetap perlu dilakukan untuk memastikan bakteri penyebab infeksi sudah benar-benar hilang dari tubuh.
Namun, seseorang yang pernah menderita infeksi ini masih berisiko terkena kembali. Oleh karena itu, cara terbaik untuk mencegah kekambuhan adalah dengan menjauhi berbagai faktor pemicu penularan.
Perlu diketahui pula bahwa tanda-tanda penyakit ini pada pria kerap kali tidak mudah dikenali karena bisa muncul di area tersembunyi seperti alat kelamin atau selangkangan.
Maka dari itu, pemeriksaan laboratorium menjadi satu-satunya metode paling akurat untuk memastikan keberadaan infeksi.
Pilihan Obat Herbal untuk Atasi Gejala Sifilis
Selain terapi medis, beberapa orang memilih pendekatan tradisional menggunakan bahan alami untuk menangani infeksi ini.
Meskipun antibiotik masih dianggap sebagai pengobatan utama yang paling efektif, sebagian masyarakat cenderung menggunakan tanaman herbal sebagai upaya tambahan dalam mengatasi kondisi tersebut.
Berdasarkan informasi yang tercantum dalam jurnal Phyto Keys, berikut beberapa jenis tanaman yang dipercaya memiliki khasiat dalam membantu pemulihan:
1. Sekam (Achyranthes aspera)
Tumbuhan ini banyak ditemukan di berbagai wilayah Asia seperti China, Myanmar, Laos, Kamboja, Taiwan, dan juga Indonesia. Dalam praktik pengobatan tradisional, bagian akar dari tanaman ini digunakan untuk merawat luka akibat infeksi.
Akar sekam biasanya dimasak bersama minyak dan buah kecubung, lalu hasil olahannya dioleskan pada bagian kulit yang terluka.
2. Bunga Mahkota (Calotropis gigantea)
Tanaman ini juga tersebar luas di Asia, termasuk Indonesia. Beberapa bagian dari tanaman ini seperti getah, kulit kayu, bunga, dan akar, telah dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit.
Secara khusus, kulit kayunya kerap digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menangani infeksi seperti raja singa. Di beberapa wilayah Asia Timur, penggunaannya sudah cukup umum dalam pengobatan herbal.
3. Sarsaparilla (Ichnocarpus frutescens)
Selain dikenal sebagai bahan minuman bersoda yang menyegarkan, tanaman ini ternyata memiliki manfaat medis. Akarnya dapat digunakan untuk mengobati berbagai masalah kulit seperti luka, cacar, bahkan gigitan serangga.
Di sejumlah negara di Asia, akarnya juga dimanfaatkan sebagai bagian dari terapi alami untuk mengatasi infeksi tertentu.
Meskipun tanaman-tanaman ini memiliki potensi manfaat, penggunaan pengobatan alternatif sebaiknya tetap dilakukan dengan pengawasan tenaga kesehatan, agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan atau memperburuk kondisi.
4. Kopsia merah muda (Kopsia fruticosa)
Tanaman ini sering dijumpai di wilayah Asia Tenggara dan dikenal memiliki potensi untuk meredakan luka, termasuk yang berkaitan dengan infeksi.
Bagian akar merupakan komponen yang paling sering dimanfaatkan. Meski begitu, hingga kini masih terbatas penelitian ilmiah yang benar-benar membuktikan efektivitas medisnya.
5. Bunga terompet kuning (Tecoma stans)
Selain bentuk bunganya yang menarik secara visual, tanaman ini dipercaya memiliki manfaat untuk membantu meredakan infeksi maupun sebagai penangkal racun. Bagian kulit kayunya sering dijadikan bahan dasar ramuan tradisional.
6. Annie’s Lace (Cyperus scariosus)
Tanaman ini juga dikenal sebagai salah satu alternatif pengobatan berbasis herbal.
Dalam penggunaannya, Annie’s lace biasanya direbus bersamaan dengan tanaman ploso (Butea monosperma) untuk menciptakan ramuan yang dipercaya dapat membantu mengatasi gejala penyakit tertentu.
7. Milkhedge (Euphorbia antiquorum)
Tumbuhan ini banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara, terutama di India, dan lazim digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan.
Namun ternyata, bagian dalam batang atau empulurnya juga dipercaya memiliki kegunaan dalam menangani infeksi.
Proses penggunaannya dimulai dari pengeringan batang yang telah diiris, lalu dihaluskan menjadi bubuk. Getah yang dihasilkan dari proses ini kemudian bisa dioleskan ke kulit.
8. Plum hitam
Tanaman ini cukup dikenal di beberapa negara Asia seperti Indonesia, Cina, dan Filipina, khususnya dalam pengobatan tradisional.
Bagian akar menjadi elemen penting dari tanaman ini yang biasa digunakan untuk membantu mengurangi gejala akibat infeksi.
Meski tanaman-tanaman tersebut telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional, efektivitas dan keamanannya tetap perlu diteliti lebih lanjut secara ilmiah.
Sebaiknya, penggunaan herbal seperti ini dilakukan dengan bijak dan sejalan dengan saran dari tenaga kesehatan.
Sebagai penutup, mengenali gejala sipilis pada pria sejak dini penting dilakukan agar pengobatan bisa segera diberikan dan mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.