JAKARTA - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Cabang Surabaya mengambil langkah proaktif dalam menghadapi potensi risiko over financing.
Dari kebijakan penempatan dana pemerintah senilai Rp200 triliun di bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Pemimpin Cabang Askrindo Surabaya, Azhari Nur Kusumo, menjelaskan bahwa pada sisa akhir tahun 2025, volume penjaminan diperkirakan akan meningkat seiring ekspansi kredit oleh perbankan nasional.
Peningkatan tersebut, menurutnya, di satu sisi dapat mendorong pertumbuhan pendapatan imbal jasa penjaminan (IJP) dan laba perusahaan.
Namun di sisi lain, Askrindo juga mewaspadai kemungkinan terjadinya lonjakan pembiayaan pada segmen tertentu, terutama di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dikenal memiliki karakteristik risiko berbeda dibandingkan kredit korporasi.
Risiko Over Financing pada Segmen UMKM
Azhari menilai bahwa kredit UMKM memiliki faktor risiko unik, karena potensi penyimpangan penggunaan dana bisa lebih besar. Ia mencontohkan fenomena side streaming, yaitu kondisi ketika debitur menerima pembiayaan melebihi kebutuhan usaha.
“Kredit UMKM merupakan kredit yang memiliki faktor risiko yang unik, berbeda dengan kredit korporasi. Ketika terjadi over financing, akan ada yang namanya side streaming,” ujar Azhari.
Ia menggambarkan, pelaku usaha yang seharusnya hanya membutuhkan dana sebesar Rp300 juta, terkadang memperoleh kredit hingga Rp500 juta dari lembaga perbankan. Sisa dana sebesar Rp200 juta kerap dialihkan untuk keperluan non-produktif seperti konsumsi pribadi atau kebutuhan lain di luar usaha.
Tren serupa juga muncul pada sektor pertanian tebu, di mana pembiayaan diberikan melebihi kapasitas lahan. “Lahannya satu hektare, cukup dikasih Rp100 juta. Tapi dikasih Rp200 juta, padahal lahannya tetap satu hektare,” kata Azhari menambahkan.
Tiga Langkah Mitigasi Risiko
Mengantisipasi potensi tersebut, Askrindo Surabaya menyiapkan tiga langkah mitigasi utama. Pertama, meningkatkan literasi keuangan kepada pelaku usaha dan mitra perbankan agar pembiayaan digunakan secara tepat dan produktif.
Kedua, memperkuat kerja sama dengan bank anggota Himbara, terutama dalam memastikan evaluasi kebutuhan pembiayaan benar-benar sesuai kapasitas usaha calon debitur.
Ketiga, melaksanakan survei klaim secara acak (random sampling) untuk mendeteksi pola anomali pembiayaan, termasuk indikasi penggunaan dana di luar tujuan awal kredit.
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat menekan risiko kredit bermasalah dan menjaga keberlanjutan program penjaminan Askrindo di tengah meningkatnya aktivitas pembiayaan nasional.
Rekomendasi Penyaluran Kredit yang Sehat
Selain menerapkan mitigasi, Azhari juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pihak perbankan. Ia menegaskan agar bank tidak menambah plafon kredit apabila kapasitas usaha debitur belum meningkat, guna mencegah dana kredit digunakan untuk belanja konsumtif.
Askrindo juga mendorong bank untuk memperluas segmen penyaluran kredit ke sektor-sektor lain seperti perdagangan dan makanan, yang dinilai memiliki potensi pertumbuhan stabil.
Sementara untuk sektor produktif seperti pertanian dan industri rumah tangga, Azhari menyarankan agar penyaluran kredit dilakukan secara lebih hati-hati, terutama pada usaha yang sulit diintensifkan atau memiliki risiko fluktuasi hasil yang tinggi.
Dengan penerapan strategi mitigasi dan rekomendasi tersebut, Askrindo Surabaya berkomitmen menjaga kualitas penjaminan kredit nasional sekaligus mendukung pertumbuhan sektor UMKM agar tetap sehat, produktif, dan berkelanjutan di tengah ekspansi pembiayaan besar dari program dana pemerintah.