Pahami Sejarah Tari Janger, Fungsi, Makna, dan Propertinya

Pahami Sejarah Tari Janger, Fungsi, Makna, dan Propertinya
sejarah Tari Janger

Sejarah Tari Janger bermula pada era 1930-an di Bali, ketika tarian ini diciptakan sebagai bentuk ekspresi kebahagiaan anak-anak muda. 

Tarian ini menggambarkan semangat dan keceriaan kehidupan remaja, serta menjadi bagian dari tradisi pergaulan antara pemuda dan pemudi di Bali.

Tarian ini biasanya dibawakan oleh sepuluh penari yang terdiri dari pasangan laki-laki dan perempuan. Mereka menari sambil menyanyikan lagu Janger secara bersahutan, mengikuti ritme teriakan dari sesama penari. 

Ciri khas dari tarian ini terletak pada irama teriakan yang menciptakan nuansa unik dan dinamis. Gerakan dalam tarian ini tergolong sederhana, namun harus mampu memancarkan energi positif dan semangat dari para penarinya. 

Selain teriakan, iringan musik juga berasal dari alat-alat tradisional seperti tetamburan, gender wayang, dan gamelan batel, yang memperkaya suasana dan karakter tarian.

Tarian ini bukan hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki nilai budaya yang mendalam sebagai simbol interaksi sosial dan semangat kebersamaan. 

Sejarah Tari Janger mencerminkan bagaimana seni tradisional Bali mampu menyatukan musik, gerak, dan emosi dalam satu pertunjukan yang penuh makna.

Sejarah Tari Janger dan Perkembangannya

Sejarah Tari Janger memiliki akar yang cukup panjang dan beragam versi mengenai awal kemunculannya. 

Beberapa pendapat menyebutkan bahwa tarian ini mulai dikenal sebelum tahun 1933, sementara versi lain menyatakan bahwa asal-usulnya bermula pada tahun 1920 di wilayah Bali Utara. 

Ada pula yang meyakini bahwa tarian ini sudah ada sejak tahun 1906 di Banjar Kedaton. Berdasarkan catatan sejarah, tarian ini diciptakan oleh I Gede Dharna sekitar tahun 1920-an dan awalnya merupakan bentuk nyanyian yang dibawakan oleh para petani.

Tarian ini merupakan pengembangan dari Sang Hyang, sebuah tarian sakral yang hanya ditampilkan dalam momen-momen khusus. Janger kemudian berkembang menjadi tarian pergaulan yang lebih terbuka dan dapat dinikmati oleh masyarakat luas. 

Tarian ini tersebar di berbagai daerah di Bali seperti Bangli (desa Metara), Tabanan (desa Badaung), dan Buleleng (desa Bulian), dengan masing-masing wilayah memiliki gaya dan variasi tersendiri.

Awalnya, Janger merupakan bentuk tembang atau lagu yang dinyanyikan secara bersahutan oleh kelompok muda-mudi. Seiring waktu, bentuknya berkembang menjadi tarian berpasangan yang dibawakan oleh remaja maupun orang dewasa. 

Penari perempuan disebut Janger, yang berasal dari koor perempuan, sedangkan penari laki-laki disebut Kecak, yang berasal dari koor laki-laki. 

Istilah "koor" sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti paduan suara, mencerminkan pengaruh masa kolonial saat tarian ini berkembang.

Selama pertunjukan, para penari akan menari sambil menyanyikan tembang Bali secara bersahutan. Kata "Janger" juga dapat diartikan sebagai "keranjingan" atau jatuh cinta, yang menggambarkan semangat dan emosi dalam tarian ini. 

Karena awalnya digunakan sebagai hiburan bagi para petani kopi, gerakan dalam tarian ini dirancang sederhana dan mudah diikuti.

Pada tahun 1960-an, tarian ini mulai dipentaskan secara luas dan digunakan oleh kalangan elit, termasuk dalam kegiatan politik seperti acara partai PKI. 

Karena keterlibatan tersebut, pada tahun 1963, Janger sempat dianggap sebagai tarian yang berpihak pada PKI, yang memicu konflik dan penolakan dari masyarakat. 

Setelah peristiwa G30S PKI, tarian ini sempat menghilang dari pentas budaya, dan beberapa seniman yang terkait dengan Janger mengalami pengucilan bahkan pembunuhan. Masa itu menjadi titik kelam dalam perjalanan tarian ini.

Namun, pada dekade 1970-an, Janger mulai kembali diterima dan dipentaskan secara terbuka. Pandangan negatif terhadap tarian ini perlahan memudar, dan masyarakat Bali kembali mengapresiasi nilai seni dan budaya yang terkandung di dalamnya. 

Kini, Janger tidak hanya dibawakan oleh remaja, tetapi juga oleh perempuan dewasa, bahkan dalam bentuk drama tari yang disebut Janger Berkisah, dengan cerita seperti Sunda Upasunda dan Arjuna Wiwaha.

Selama lebih dari satu dekade, tarian ini telah diajarkan kepada generasi muda di Bali dan menjadi sarana perkenalan antar pemuda dari berbagai desa. Karena itu, Janger dikenal sebagai tarian pergaulan yang mempererat hubungan sosial. 

Tarian ini tidak hanya berkembang di satu daerah, tetapi menyebar ke berbagai komunitas dengan gaya khas masing-masing.

Popularitasnya membuat pemerintah daerah Bali turut mempromosikan Janger sebagai tarian pembuka dalam berbagai acara resmi, seperti pemilihan umum, kampanye kesehatan, sosialisasi program keluarga berencana, hingga kampanye anti narkoba. 

Lagu Janger bahkan dikenal di luar Bali karena sering dibawakan oleh tim Indonesia dalam kompetisi paduan suara internasional.

Keunikan, Fungsi, dan Makna Tari Janger

Sama seperti berbagai tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, pertunjukan Janger memiliki ciri khas, peran, dan nilai tersendiri yang melekat dalam setiap pementasannya. Berikut penjelasan lengkapnya:

1. Ciri Khas Tarian Janger 

Salah satu hal yang membedakan tarian ini adalah adanya nyanyian bersahutan dari para penari selama pertunjukan berlangsung. 

Pola sahut-menyahut tersebut sudah ada sejak awal kemunculan tarian ini, ketika para petani kopi menciptakan suara untuk menghilangkan rasa lelah setelah bekerja. 

Gagasan tersebut kemudian diadaptasi menjadi bagian penting dalam pertunjukan Janger.  Selain itu, tarian ini juga menyampaikan cerita yang menarik, seperti gambaran tentang kebahagiaan dalam kehidupan remaja. 

Gerakan-gerakan yang ditampilkan turut memperkuat alur cerita secara keseluruhan. Keunikan ini membuat pertunjukan Janger mampu memikat perhatian penonton dan membawa mereka larut dalam kisah yang disampaikan melalui gerak dan lagu.

2. Peran Tarian Janger 

Pada awal kemunculannya, tarian ini digunakan oleh kelompok tertentu dalam acara yang bersifat sakral atau resmi. 

Namun, seiring waktu, peran tarian ini mengalami perubahan. Kini, Janger lebih dikenal sebagai bentuk hiburan yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas.  

Dulu, pertunjukan ini hanya bisa disaksikan oleh kalangan tertentu, tetapi sekarang telah menjadi bagian dari budaya rakyat yang terbuka untuk semua kalangan. 

Masyarakat dapat dengan mudah menyaksikan pertunjukan Janger dalam berbagai acara seni, tanpa adanya batasan siapa yang boleh menonton.

3. Nilai yang Terkandung dalam Tarian Janger

Tarian ini mengandung pesan tentang kebahagiaan dan semangat dalam kehidupan serta interaksi sosial anak muda. Awalnya, tarian ini lahir dari kebiasaan para petani kopi yang bernyanyi secara bersahutan untuk menghibur diri dan mengusir rasa penat.  

Seiring dengan perkembangan zaman, makna yang terkandung dalam tarian ini pun ikut berkembang. 

Kini, Janger tidak hanya menggambarkan keceriaan, tetapi juga mencerminkan dinamika kehidupan sosial dan semangat kebersamaan yang terus hidup dalam budaya masyarakat Bali.

Properti Tari Janger

Dalam pertunjukan Janger, terdapat lima jenis perlengkapan yang wajib dikenakan oleh para penari. Setiap elemen memiliki peran penting dalam membentuk kesan keseluruhan dari tarian ini. 

Kehadiran properti-properti tersebut tidak hanya memperkuat identitas visual, tetapi juga menjaga keaslian dan makna dari pertunjukan. Berikut penjelasan lengkap mengenai perlengkapan yang digunakan dalam tarian Janger:

1. Hiasan Kepala Khas Janger 

Perlengkapan pertama yang harus dikenakan adalah hiasan kepala khusus yang dirancang untuk penari Janger. 

Bentuknya berbeda dari hiasan kepala pada tarian Bali lainnya dan menjadi ciri khas yang membedakan penampilan Janger dari tarian tradisional lain. Karena keunikannya, elemen ini menjadi bagian penting dalam pertunjukan.

2. Kain Bermotif Tradisional

Penari Janger mengenakan kain khas Bali yang membalut tubuh mereka. Motif pada kain tersebut mencerminkan identitas budaya dan menjadi bagian tak terpisahkan dari penampilan. 

Penggunaan kain ini tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga sebagai simbol dari warisan budaya yang dijunjung dalam tarian.

3. Sabuk Pengikat Pakaian 

Sabuk digunakan untuk menjaga agar kain atau pakaian yang dikenakan tetap rapi selama penari bergerak. 

Karena tarian ini melibatkan banyak gerakan dinamis, sabuk berfungsi sebagai pengikat agar pakaian tidak longgar atau mengganggu saat pertunjukan berlangsung.

4. Aksesori Pendukung: Gelang, Ompak-Ompak, dan Oncer 

Berbagai aksesori tambahan seperti gelang di tangan kanan, ompak-ompak, dan oncer menjadi pelengkap busana penari. Kehadiran semua komponen ini sangat penting untuk menjaga kesempurnaan visual dan makna dari tarian. 

Jika salah satu elemen tidak digunakan, maka keseluruhan penampilan akan terasa kurang lengkap.

5. Kipas sebagai Properti Gerak 

Kipas digunakan sebagai alat pendukung dalam beberapa bagian gerakan tarian. Meskipun tidak selalu dipakai sepanjang pertunjukan, kipas tetap memiliki peran penting dalam memperindah gerakan dan menambah ekspresi dalam tarian.

Kelima perlengkapan tersebut merupakan bagian integral dari pertunjukan Janger. Tanpa kehadiran masing-masing properti, kesan dan makna dari tarian ini tidak akan tersampaikan secara utuh kepada penonton.

Gerakan dan Pola Lantai Tari Janger

1. Pola Lantai dalam Tarian Janger 

Pertunjukan Janger biasanya menggunakan perpaduan antara pola lantai garis lurus horizontal dan pola lengkung. Tarian ini dibawakan secara berkelompok oleh 10 hingga 16 penari, terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tampil secara berpasangan.  

Sebagai tarian pergaulan, Janger memiliki gerakan yang cukup dinamis dengan nuansa ceria dan penuh semangat. 

Hal ini mencerminkan makna yang terkandung dalam tarian tersebut, yaitu tentang interaksi sosial remaja, mulai dari perkenalan hingga kisah cinta masa muda.  

Dalam pertunjukannya, tarian ini dibagi menjadi lima bagian utama. Berikut penjelasannya:

a. Pembukaan 

Bagian awal pertunjukan dimulai dengan iringan musik tradisional yang dimainkan menggunakan alat-alat seperti kendang, suling, kenong, rebana, klenang, ceng-ceng, dan kajar. Tabuhan pembuka ini menjadi pengantar suasana sebelum tarian dimulai.

b. Pepeson 

Tahapan kedua diawali dengan nyanyian dan gerakan yang dilakukan secara bersamaan oleh penari laki-laki (Kecak) dan perempuan (Janger). Mereka membentuk formasi di sekitar gapura tempat pertunjukan berlangsung. 

Penari duduk dalam dua baris, kemudian penari Kecak masuk dan membentuk formasi saling berhadapan dalam bentuk segi empat, menghadap ke arah arena pertunjukan.

c. Penjangeran 

Pada bagian ini, penari menari sambil menyanyikan lagu Janger secara bersahutan dengan penuh semangat. Penari Kecak berpindah posisi dan duduk berhadapan dengan penari Janger, membentuk dua baris di tengah arena.

d. Lakon dan Penutup 

Bagian lakon menyajikan cerita dari tokoh-tokoh seperti Arjuna Wiwaha, Sunda Upasunda, dan Gatotkaca Sraya. Dalam segmen ini, para penari berperan sebagai penonton. 

Pertunjukan diakhiri dengan bagian penutup yang berisi nyanyian, permintaan maaf, dan ucapan perpisahan kepada penonton.

Struktur pertunjukan ini memperlihatkan bagaimana tarian Janger tidak hanya menampilkan gerak dan musik, tetapi juga menyampaikan cerita dan emosi yang menyatu dalam satu kesatuan artistik.

2. Ragam Gerakan dalam Tarian Janger

Tarian Janger memiliki berbagai jenis gerakan yang membentuk keseluruhan pertunjukan. Terdapat sembilan gerakan utama yang masing-masing memiliki fungsi dan makna tersendiri. Berikut penjelasan lengkapnya:

a. Pembuka Langse (Mungkah Lawang)

Gerakan ini digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan Janger. Tujuannya adalah untuk membuka tirai atau langse sebagai simbol dimulainya pementasan. Karena perannya yang penting, gerakan ini selalu hadir dalam setiap pertunjukan.

b. Gerakan Ngagem Kanan dan Ngagem Kiri 

Gerakan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu untuk sisi kanan dan kiri. Dalam susunan tarian, gerakan ini digunakan oleh penari laki-laki dan perempuan dengan gaya yang berbeda, sehingga menciptakan perbedaan visual yang jelas antara keduanya.

c. Langkah Menyilang (Ngelikas)

Gerakan ini melibatkan kaki yang bergerak ke samping dan menyilang, disertai dengan gerakan tangan yang selaras. Kombinasi ini menghasilkan kesan khas dan memperkuat karakter tarian.

d. Lambaian Tangan (Ulap-ulap)

Gerakan ini berupa lambaian tangan yang muncul di berbagai bagian pertunjukan. Ulap-ulap menjadi elemen penting yang memperindah gerakan dan menambah ekspresi dalam tarian.

Selain empat gerakan utama tersebut, terdapat pula gerakan tambahan yang memperkaya pertunjukan, seperti ngeseh bawah, nguluh wangsul, nyelegog, dan ngegot. Keseluruhan gerakan dalam tarian Janger memiliki makna dan fungsi masing-masing. 

Kehadiran semua unsur gerak ini sangat penting untuk menciptakan pertunjukan yang harmonis, penuh semangat, dan mencerminkan ciri khas dari tarian tradisional Bali ini.

Sebagai penutup, sejarah Tari Janger mencerminkan kekayaan budaya Bali yang terus hidup, menjadi simbol keceriaan, pergaulan, dan semangat generasi muda sepanjang masa.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index