Sejarah Tari Zapin merupakan bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia yang terbentuk melalui proses panjang akulturasi.
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, tradisi, dan adat istiadat yang sangat luas.
Sebagian besar budaya tersebut merupakan warisan leluhur yang telah ada sejak zaman dahulu, sementara sebagian lainnya lahir dari percampuran budaya yang menghasilkan bentuk kesenian baru.
Salah satu hasil dari akulturasi budaya yang menarik perhatian adalah tari zapin. Tarian ini berasal dari Provinsi Riau dan telah menyebar ke berbagai wilayah seperti Bengkulu, Riau, dan daerah lain di bagian tengah Indonesia.
Tarian khas dari provinsi yang dikenal dengan julukan Lancang Kuning ini telah diwariskan secara turun-temurun dan tetap lestari meskipun zaman terus berubah.
Berdasarkan asal-usulnya, tari zapin merupakan hasil perpaduan antara dua budaya yang berbeda, yaitu budaya Melayu dan budaya Arab. Akulturasi ini terjadi karena pada masa lalu banyak orang Arab yang datang dan menetap di wilayah Riau.
Kehadiran mereka membawa pengaruh yang kemudian menyatu dengan budaya lokal, menciptakan interaksi yang memperkaya berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang kesenian.
Seni menjadi salah satu bidang yang paling dipengaruhi oleh percampuran budaya tersebut. Pengaruh ini mencakup seni tari, seni musik, sastra, dan lainnya. Dari sinilah lahir tari zapin sebagai bentuk seni tari tradisional Melayu yang berasal dari Riau.
Nama "zapin" sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu zafn, yang berarti gerakan kaki yang cepat dan mengikuti irama musik.
Tari zapin biasanya ditampilkan secara berkelompok dan diiringi oleh dua alat musik utama: gambus dan marwas.
Gambus adalah alat musik petik, sementara marwas merupakan sejenis gendang kecil yang menghasilkan ritme dinamis. Kombinasi alat musik ini memberikan nuansa khas pada pertunjukan tari zapin.
Menurut Gendhis Paradisa dalam bukunya Ensiklopedia Seni & Budaya Nusantara, tari zapin sering digunakan sebagai media dakwah Islam.
Hal ini tercermin dalam syair-syair lagu yang dinyanyikan selama pertunjukan berlangsung, yang mengandung pesan-pesan keagamaan dan moral. Inilah yang membuat tari zapin semakin dikenal dan dicintai oleh masyarakat luas.
Popularitas tari zapin tidak hanya terbatas di wilayah Riau dan Sumatera, tetapi juga telah menyebar ke Kalimantan dan Jawa.
Bahkan, tarian ini telah dikenal hingga ke negara-negara tetangga seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura, yang memiliki kedekatan budaya dengan Indonesia.
Untuk memahami lebih dalam mengenai tari zapin sebagai hasil akulturasi budaya, penting untuk melihat bagaimana tarian ini mencerminkan perpaduan nilai-nilai lokal dan pengaruh luar yang harmonis.
Sejarah Tari Zapin menjadi bukti bahwa kesenian dapat menjadi jembatan antara budaya yang berbeda, menciptakan warisan yang kaya dan bermakna bagi generasi mendatang.
Sejarah Tari Zapin
Sejarah Tari Zapin mencerminkan perjalanan panjang sebuah kesenian yang lahir dari perpaduan budaya Timur Tengah dan Nusantara.
Berdasarkan informasi dari sumber resmi pemerintahan, tarian ini pertama kali muncul pada tahun 1811, meskipun baru dikenal luas dan dipopulerkan sekitar tahun 1919.
Awalnya, tari zapin merupakan bentuk tarian eksklusif yang dipersembahkan untuk kalangan istana Kesultanan Yaman di Timur Tengah.
Seiring waktu, tarian ini berkembang di lingkungan istana yang dikenal sebagai wilayah Great Tradition.
Dalam prosesnya, tari zapin mulai berbaur dengan budaya lokal dan menjadi bagian dari hiburan serta pertunjukan resmi dalam acara seremonial kerajaan. Dalam konteks tersebut, tarian ini dikenal sebagai zapin istana atau Siak Sri Inderapura.
Penyebaran tari zapin ke wilayah Kepulauan Riau terjadi melalui para pedagang Arab dari Gujarat yang membawa tarian ini dalam perjalanan dagang rempah mereka.
Selain sebagai hiburan, mereka juga memanfaatkan tarian ini sebagai sarana dakwah dalam menyebarkan ajaran Islam.
Ketika tiba di Nusantara, tari zapin mengalami akulturasi dengan budaya lokal, yang terlihat dari nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam gerakan dan syairnya, mencerminkan kehidupan masyarakat Riau.
Sebagaimana tujuan awalnya sebagai media dakwah, unsur pendidikan agama Islam tetap hadir dalam syair lagu yang mengiringi pertunjukan tari zapin. Menariknya, sebelum tahun 1960, tarian ini hanya boleh dibawakan oleh penari laki-laki.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kini tari zapin dapat ditampilkan oleh perempuan, bahkan oleh kelompok campuran yang terdiri dari penari laki-laki dan perempuan dalam satu pertunjukan.
Popularitas tari zapin terus meningkat dan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Dalam proses adaptasi dengan budaya lokal, lahirlah berbagai variasi tari zapin yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah.
Meskipun mengalami modifikasi, pola dasar tarian ini tetap mempertahankan makna simbolik sebagai bentuk penghormatan dan hiburan bagi raja yang sedang berkuasa.
Di Indonesia, terdapat dua jenis utama tari zapin: zapin Arab dan zapin Melayu. Zapin Arab, yang juga dikenal sebagai zapin lama, berkembang di komunitas masyarakat keturunan Arab yang tersebar di berbagai wilayah, terutama di Jawa dan Madura.
Sementara itu, zapin Melayu merupakan hasil kreasi para seniman lokal yang menyesuaikan gerakan tari dengan lingkungan sosial masyarakat setempat.
Perbedaan utama antara keduanya terletak pada gaya gerakannya—zapin Arab cenderung memiliki satu gaya khas, sedangkan zapin Melayu menawarkan variasi gerakan yang lebih beragam.
Kedua jenis tari zapin ini juga terbagi lagi menjadi dua kategori. Zapin Arab terdiri dari zapin hajir marawis dan zapin gembus. Sedangkan zapin Melayu terbagi menjadi zapin Melayu Keraton dan zapin Melayu Rakyat.
Zapin Melayu Keraton hanya dipentaskan di lingkungan istana dan mengikuti aturan yang berlaku di sana.
Sebaliknya, zapin Melayu Rakyat berkembang di tengah masyarakat dengan kebebasan berekspresi, namun tetap menjunjung tinggi nilai sopan santun dan adat istiadat.
Tari zapin, dalam berbagai bentuknya, telah menjadi warisan budaya Nusantara yang memperkaya identitas bangsa Indonesia.
Lebih dari sekadar seni pertunjukan, tarian ini juga berperan sebagai simbol kekuatan dan persatuan bangsa dalam menghadapi tantangan dari luar.
Menariknya, nama tari zapin berbeda-beda di setiap daerah. Di Jambi dan Bengkulu, dikenal sebagai Dana; di Lampung disebut Bedana; di Jawa dikenal sebagai Zafin; Kalimantan menyebutnya Jeping; Maluku menamainya Jepen; dan di Nusa Tenggara dikenal dengan sebutan Dana-Dani.
Semua variasi ini menunjukkan betapa luas dan dalam pengaruh serta adaptasi tari zapin di seluruh penjuru Indonesia.
Tema, Makna, dan Filosofi Tari Zapin
Tari zapin mengangkat tema yang berakar dari dinamika kehidupan masyarakat Melayu.
Walaupun tujuan utamanya adalah sebagai bentuk hiburan dalam pertunjukan seni, setiap gerakan dalam tarian ini sarat dengan makna mendalam dan nilai-nilai filosofis yang mencerminkan kondisi sosial di sekitarnya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan evolusi dalam seni tradisional, tari ini berkembang menjadi simbol kemajuan budaya di wilayah Riau.
Selain sebagai ekspresi artistik, tarian ini juga memuat unsur pendidikan spiritual, menyampaikan pesan-pesan moral dan ajaran tentang kebaikan melalui syair lagu yang mengiringi setiap pertunjukannya.
Gerakan Tari Zapin
Gerakan dalam tari zapin pada dasarnya terinspirasi dari aktivitas sehari-hari masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah Riau dan sekitarnya.
Walaupun kini tarian ini dapat dibawakan oleh penari laki-laki maupun perempuan, bentuk gerakannya tetap serupa. Perbedaan yang mencolok hanya terletak pada ekspresi gerakan tangan.
Struktur gerak dalam tarian ini tergolong sederhana karena menggunakan teknik pengulangan yang berkesinambungan, berpola, dan mengikuti irama tertentu.
Setiap gerakan yang ditampilkan oleh para penari mengandung makna filosofis yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai kehidupan dan kebijaksanaan lokal.
Berikut adalah beberapa jenis gerakan dalam tari zapin beserta makna filosofis yang terkandung di dalamnya:
1. Tahto 1
Gerakan ini menjadi pembuka dalam setiap pertunjukan tari zapin. Dilakukan dua kali—di awal dan di akhir tarian—dengan pola hitungan delapan. Makna dari gerakan ini adalah ajakan untuk bersikap rendah hati dan menghormati sesama.
2. Tahto 2
Merupakan kelanjutan dari gerakan sebelumnya, tahto 2 memperkuat pesan tentang kerendahan hati. Sama seperti tahto 1, gerakan ini juga dilakukan dengan hitungan delapan dan ditampilkan di awal serta akhir pertunjukan setelah tahto 1 selesai.
3. Tahto 3
Gerakan ini mengikuti pola yang sama dengan tahto 1 dan 2, yaitu dengan hitungan delapan dan ditarikan pada bagian awal dan akhir setelah tahto 2. Gerakan ini melengkapi rangkaian pembuka dan penutup dalam pertunjukan tari zapin.
4. Gerak Bebas
Gerakan ini muncul di antara rangkaian gerakan utama tari zapin. Penari dapat menampilkan gerak bebas lebih dari satu kali, di berbagai bagian pertunjukan.
Meskipun bebas, gerakan ini tetap mengikuti pola hitungan delapan agar selaras dengan struktur tarian secara keseluruhan.
5. Gerak shut
Gerakan shut dilakukan setelah penari menyelesaikan gerak bebas. Gerakan ini terdiri dari dua bagian, yaitu shut maju dan shut mundur. Masing-masing bagian ditarikan dengan irama 16 hitungan dan diulang sebanyak dua kali.
Makna yang terkandung dalam gerakan shut adalah sebagai simbol dari sikap adil, kesabaran, serta keseimbangan dalam menjalani kehidupan.
6. Gerak siku keluang
Setelah shut selesai ditampilkan, penari melanjutkan dengan gerakan siku keluang. Gerakan ini dilakukan sebanyak dua kali, dengan masing-masing bagian mengikuti pola 16 hitungan.
Filosofi dari gerakan ini menggambarkan dinamika kehidupan manusia yang terus berubah dan bergerak.
7. Gerak mata angin
Gerakan ini ditampilkan setelah gerakan siku keluang. Penari hanya perlu menampilkan gerak mata angin satu kali dengan irama 16 hitungan dalam satu kali tarian.
8. Gerak titik batang
Gerakan terakhir dalam rangkaian tari zapin adalah titik batang. Gerakan ini dilakukan sebanyak dua kali setelah gerakan mata angin. Bentuk gerakannya berupa dua kali maju dan mundur secara bergantian.
Seperti halnya gerakan lainnya, setiap bagian dari gerakan ini mengikuti pola 16 hitungan. Di antara dua bagian tersebut, disisipkan satu kali gerak bebas sebagai penghubung.
Musik Pengiring Tari Zapin
Dalam setiap pementasan tari, selain kehadiran penari sebagai pembawa gerakan, terdapat dua elemen tambahan yang sangat penting untuk menyempurnakan pertunjukan.
Dua elemen tersebut adalah alat musik beserta irama yang dimainkan, serta syair lagu yang mengandung pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton.
Sebagaimana telah diketahui, tari zapin berasal dari wilayah Arab atau Timur Tengah. Oleh karena itu, alat musik utama yang digunakan dalam pertunjukan awalnya adalah gambus dan marwas.
Seiring dengan terjadinya akulturasi antara budaya Arab dan budaya Melayu, tari zapin pun berkembang dengan iringan alat musik yang lebih beragam.
Dalam versi Melayu, alat musik yang digunakan meliputi rebana, gembos, akordeon, marwas, gendang, dan gitar.
Pada pertunjukan tari zapin Melayu, irama musik yang mengiringi tarian selalu berhubungan erat dengan rentak. Rentak merupakan pola irama tertentu yang menjadi penanda atau motif dalam setiap gerakan tari.
Rentak ini berperan penting dalam membentuk suasana serta identitas khas dari tarian Melayu. Rentak dalam tari Melayu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu rentak cepat, rentak sedang, dan rentak lambat.
Beberapa jenis rentak yang dikenal dalam tarian Melayu antara lain rentak Zapin, rentak Ghazal, rentak Joget, rentak Melayu, rentak Nobat, rentak Mak Inang, dan lainnya.
Pola Lantai Tari Zapin
Dalam setiap pertunjukan tari, terdapat elemen penting yang disebut pola lantai. Pola lantai merupakan pedoman gerak yang harus diikuti oleh para penari agar susunan formasi yang ditampilkan terlihat tertata dan enak dipandang.
Pola ini menjadi panduan utama bagi penari dalam melangkah dan membentuk susunan gerakan secara kolektif.
Dalam tarian zapin, terdapat beberapa jenis pola lantai yang digunakan. Bentuk-bentuk pola tersebut meliputi pola lantai vertikal, horizontal, diagonal, bergelombang, lingkaran, serta pola lantai berbentuk angka delapan.
Penggunaan pola-pola ini bertujuan untuk menciptakan tampilan yang memikat dan memberikan kesan visual yang menarik bagi penonton.
Busana, Riasan, dan Properti Tari Zapin
Agar penampilan dalam pertunjukan tari zapin tampil optimal, baik penari laki-laki maupun perempuan perlu dirias wajahnya dengan cermat.
Selain membuat penari tampak lebih menarik, penggunaan riasan juga memberikan kesan visual yang berbeda dan memperkuat karakter dalam pertunjukan. Untuk busana yang dikenakan, terdapat perbedaan antara penari pria dan wanita.
Penari laki-laki mengenakan pakaian adat Melayu yang terdiri dari baju kurung, plekat, cekak musang, kopiah, songket, bawahan seluar, serta bros sebagai pelengkap.
Sementara itu, penari perempuan memakai busana khas adat Melayu berupa baju kurung labuh, kain samping, selendang tudung manto, dan kain songket.
Penampilan mereka juga dilengkapi dengan aksesoris seperti kalung, hiasan kembang goyang, anting, dan lainnya.
Warna-warna yang digunakan dalam kostum tari zapin umumnya cerah, seperti merah, hijau, kuning, dan biru. Model busana yang dikenakan telah dipengaruhi oleh gaya berpakaian Islami.
Nilai Islami dalam kostum ini berfungsi untuk menutup lekuk tubuh, memperjelas ruang gerak penari, mempertegas identitas tarian, serta menjaga estetika dan kenyamanan dalam gerakan.
Oleh karena itu, unsur kesopanan menjadi bagian penting dalam setiap penampilan tari zapin. Selain kostum utama, pertunjukan tari zapin juga dilengkapi dengan properti khas yang memperkuat karakter tarian hasil perpaduan budaya ini.
Properti tersebut adalah selendang sampur, yang biasanya digunakan oleh penari perempuan. Penggunaan selendang ini bertujuan untuk menambah keindahan dalam setiap gerakan yang ditampilkan.
Sebagai penutup, sejarah Tari Zapin bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan denyut budaya yang terus mengalir dalam setiap langkah dan irama.