Pengertian Short Selling, Mekanisme, hingga Dampaknya

Bru
Selasa, 05 Agustus 2025 | 09:13:34 WIB
pengertian short selling

Pengertian short selling belakangan ini menjadi topik hangat di kalangan investor dan trader saham, baik di Indonesia maupun di pasar global. 

Hal ini dipicu oleh fenomena yang melibatkan saham GameStop (GME) di Bursa Amerika Serikat, yang memperlihatkan perseteruan antara investor ritel dan investor besar. 

Short selling sendiri merupakan jenis transaksi yang sah dan telah diatur melalui regulasi yang berlaku. Namun, dalam situasi pasar yang tidak stabil, seperti saat kondisi pasar terguncang, otoritas bursa dapat membatasi praktik ini.

Sebagai contoh, Bursa Efek Indonesia (BEI) pernah menghentikan sementara aktivitas short selling. 

Keputusan ini diambil setelah pasar saham Indonesia mengalami tekanan selama enam hari berturut-turut, yang berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara year to date.

Dalam praktiknya, short selling dilakukan dengan cara menjual aset yang sebenarnya tidak dimiliki oleh pelaku pasar.

Untuk melakukannya, mereka meminjam saham dari pihak lain melalui broker, lalu menjualnya dengan harapan harga saham tersebut akan turun. 

Ketika harga turun, mereka membeli kembali saham tersebut dengan harga lebih rendah, lalu mengembalikannya kepada pemilik awal dan mengambil selisih keuntungannya. 

Namun, jika harga saham justru naik, maka kerugian yang harus ditanggung bisa sangat besar.

Terkait pergerakan harga saham, short selling kerap kali dianggap berkontribusi terhadap terjadinya ketidakstabilan ekonomi. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian short selling agar para investor bisa lebih bijak dalam menilai risiko dan peluang yang ada.

Pengertian Short Selling

Pengertian short selling dalam konteks peraturan merujuk pada aktivitas menjual efek yang belum dimiliki oleh pihak penjual pada saat transaksi berlangsung. 

Ketentuan ini tertuang dalam sejumlah peraturan resmi, salah satunya adalah regulasi yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (yang kini dikenal sebagai Otoritas Jasa Keuangan) pada tahun 2008.

Secara praktis, short selling merupakan proses penjualan saham oleh investor yang tidak memiliki saham tersebut secara langsung. 

Untuk melakukannya, investor terlebih dahulu meminjam saham dari pihak lain—biasanya dari perusahaan sekuritas—dengan harapan harga saham itu akan menurun. 

Strategi ini umum digunakan oleh investor yang memiliki toleransi risiko tinggi, karena potensi kerugian yang dihadapi juga besar.

Oleh karena itu, praktik ini cenderung dilakukan oleh investor yang telah berpengalaman, sebab diperlukan kemampuan analisis yang tajam dan perkiraan pasar yang akurat untuk menghindari kerugian besar.

Sebagai ilustrasi, misalnya seorang investor bernama Pak Jaya ingin melakukan short selling atas saham xxx sekian. 

Ia meminjam saham tersebut dari perusahaan sekuritas Paperline ketika harga per lembarnya Rp17.000. Saham pinjaman itu kemudian ia jual di pasar pada harga yang sama. 

Beberapa waktu kemudian, prediksi Pak Jaya terbukti benar: harga saham turun menjadi Rp15.000. Ia pun membeli kembali saham tersebut di harga yang lebih rendah dan mengembalikannya kepada pihak pemberi pinjaman. 

Dari transaksi ini, keuntungan yang ia peroleh berasal dari selisih harga jual dan beli, yaitu sebesar Rp2.000 per lembar.

Namun, jika prediksi meleset dan harga saham justru naik menjadi Rp18.000, maka Pak Jaya harus menanggung kerugian karena harus membeli kembali saham dengan harga lebih tinggi daripada saat ia menjualnya. 

Ini adalah risiko utama yang dihadapi oleh pelaku short selling. Maka tidak heran bila pelaku short selling seperti Pak Jaya berharap harga saham akan menurun, bukan naik. Di Indonesia, istilah ini kadang disebut sebagai "jual kosong". 

Perlu dicatat bahwa tidak semua saham bisa ditransaksikan menggunakan metode ini—hanya saham-saham tertentu yang ditetapkan oleh otoritas bursa yang memenuhi syarat.

Selain itu, tidak semua investor dapat serta-merta melakukan praktik ini. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, antara lain:

  • Memiliki rekening efek reguler untuk memastikan riwayat transaksi tercatat
  • Memiliki rekening efek khusus untuk transaksi short selling
  • Menyediakan dana jaminan awal dengan nominal minimal Rp200 juta

Dalam kondisi pasar yang tidak stabil, seperti yang terjadi pada kuartal pertama 2020 hingga akhir tahun tersebut, Bursa Efek Indonesia memutuskan untuk melarang aktivitas short selling. 

Larangan ini bertujuan untuk menghindari tekanan jual berlebihan yang bisa semakin menurunkan harga saham. Hingga awal 2021, larangan ini masih belum dicabut.

Sebelumnya, BEI juga mengambil langkah serupa pada tahun 2008 dan 2015, terutama ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam dalam waktu singkat. 

Karena tingginya risiko, strategi short selling tidak dianjurkan untuk investor pemula yang belum berpengalaman dalam menghadapi dinamika pasar saham yang kompleks.

Mekanisme Short Selling

Sesudah memahami apa itu short selling, langkah berikutnya adalah mengenali bagaimana prosesnya berlangsung. 

Dalam praktiknya, investor akan meminjam saham dari pihak lain, biasanya perusahaan sekuritas, lalu menjualnya saat nilai pasar masih tinggi. Tujuannya adalah memperoleh keuntungan ketika harga saham tersebut menurun di kemudian hari.

Keberhasilan strategi ini bergantung pada kemampuan pelaku pasar dalam menganalisis tren harga. 

Jika harga saham menurun seperti yang diharapkan, investor akan membeli kembali saham tersebut dengan harga yang lebih murah untuk kemudian dikembalikan kepada pihak yang meminjamkannya.

Namun, perlu diketahui bahwa metode ini tidak berlaku untuk semua saham. Hanya instrumen tertentu yang telah disetujui oleh otoritas bursa yang dapat diperdagangkan dengan teknik ini.

Langkah-langkah umum yang dilakukan dalam transaksi seperti ini meliputi:

  • Pertama, investor meminta pinjaman saham dari perusahaan efek yang sudah diawasi oleh regulator pasar modal.
  • Setelah itu, saham dijual dan hasil penjualannya disimpan dalam rekening di perusahaan efek tersebut.

Untuk menutup transaksi ini, investor harus membeli kembali saham yang telah dijual sebelumnya. Keuntungan akan diperoleh jika harga beli kembali lebih rendah daripada harga jual awal. Sebaliknya, jika harga beli lebih tinggi, maka investor menanggung kerugian.

Pro dan Kontra Short Selling

Setelah mengetahui bagaimana cara kerja strategi ini, penting juga untuk meninjau kelebihan dan kelemahan dari praktik jual kosong. Perlu dicatat bahwa Bursa Efek Indonesia sempat menghentikan praktik ini pada awal tahun 2020. 

Tujuannya adalah untuk mencegah penurunan drastis pada indeks saham saat situasi pandemi sedang berlangsung. 

Bahkan sebelumnya, pada tahun 2008 dan 2015, larangan serupa juga pernah diterapkan karena aktivitas ini dianggap memicu penurunan nilai IHSG dalam waktu singkat.

Strategi menjual saham sebelum memilikinya secara resmi memang memicu perdebatan. Berikut adalah beberapa hal yang dianggap sebagai keunggulan dan kelemahannya:

Keunggulan:

  • Potensi hasil sangat tinggi, bahkan bisa melampaui modal awal.
  • Bisa dijalankan menggunakan dana pinjaman.
  • Dapat berfungsi sebagai strategi lindung nilai untuk meminimalkan kerugian investasi lain.

Kelemahan:

  • Risiko kerugian sebanding dengan potensi keuntungannya.
  • Harus memiliki akun margin.
  • Pinjaman saham untuk aktivitas ini dikenakan bunga tertentu.

Dampak Short Selling

Setelah memahami kelebihan dan kekurangan transaksi short selling, penting juga untuk mengetahui dampak yang mungkin ditimbulkannya. 

Dalam praktiknya, investor bisa meraih keuntungan besar melalui short selling, meski risiko yang ditanggung juga sangat tinggi. 

Sayangnya, karena alasan keamanan, hanya sejumlah kecil investor yang memenuhi kriteria yang diperbolehkan untuk melakukan transaksi ini di bursa.

Namun, apabila kelompok kecil investor ini gagal memperoleh keuntungan, maka potensi kerugian bisa meluas hingga memengaruhi pasar modal secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, jenis transaksi ini hanya dianjurkan bagi investor atau trader berpengalaman yang benar-benar memahami dinamika pasar modal.

Walaupun volume short selling di Indonesia masih tergolong rendah dan belum berdampak besar, aktivitas ini tetap diizinkan secara legal, kecuali dalam konteks pasar modal berbasis syariah. 

Kehadiran short selling di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga dimaksudkan untuk meningkatkan kelancaran dan volume perdagangan saham dalam negeri.

Akan tetapi, di beberapa negara, short selling, khususnya bentuk naked short selling, telah terbukti berkontribusi pada krisis ekonomi dan memberikan keuntungan hanya kepada investor institusional besar. 

Situasi ini akan memburuk apabila diiringi sentimen negatif seperti wabah, krisis keuangan global, atau ketidakstabilan politik dan ekonomi.

Di Indonesia, aktivitas ini dikecualikan untuk produk-produk investasi dalam Jakarta Islamic Index (JII). 

BEI bahkan pernah menghentikan short selling sebanyak tiga kali: pertama pada 2008 akibat krisis finansial global yang menurunkan IHSG, kedua pada 2015 saat IHSG menyentuh level terendah dalam tiga tahun, dan ketiga pada 2020 sebagai respons terhadap dampak pandemi.

BEI dan Bapepam-LK (sekarang OJK) memberlakukan aturan ketat untuk transaksi short selling karena potensi risikonya yang bisa berdampak luas, tidak hanya pada investor tetapi juga pada kestabilan pasar modal itu sendiri.

Investor yang ingin melakukan short selling di Indonesia harus menyetorkan dana minimal sebesar Rp200.000.000 atau 50% dari nilai transaksi, serta wajib memiliki dua rekening: rekening reguler dan rekening khusus short selling di BEI.

Dari sisi perusahaan sekuritas, BEI menetapkan sejumlah syarat, antara lain kepemilikan modal memadai, adanya SOP khusus terkait short selling, dan harus terdaftar di BAPEPAM, BEI, serta OJK. 

Selain itu, transaksi harus dilakukan dengan mitra yang juga telah terdaftar dan disetujui oleh OJK.

Meski beberapa pihak menilai bahwa regulasi short selling di Indonesia terlampau ketat, kebijakan tersebut diberlakukan sebagai langkah antisipatif untuk menekan potensi kerugian bagi nasabah, perusahaan sekuritas, maupun BEI apabila harga saham bergerak tidak sesuai prediksi dalam transaksi semacam ini.

Kasus Short Selling yang Ada di Indonesia

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sebelum pandemi covid-19 melanda, aktivitas short selling di Indonesia telah beberapa kali mendapatkan larangan. 

Larangan pertama diterapkan saat IHSG mengalami penurunan tajam selama enam hari berturut-turut akibat krisis keuangan global tahun 2008. Kejadian ini memicu perubahan aturan terkait praktik short selling di dalam negeri.

Larangan kedua muncul saat IHSG mencapai titik terendah dalam periode 2013–2015, tepatnya pada Agustus 2015. 

Dari Januari hingga bulan tersebut, IHSG telah terkoreksi sebesar 20,34%. Setelah dilakukan penelusuran, ditemukan sebanyak 14.000 transaksi short selling hanya dalam dua hari.

Jauh sebelum tahun 2008 dan 2015, praktik short selling sempat mengguncang pasar modal Indonesia pada tahun 2000. 

Saat itu, para pelaku pasar memprediksi harga saham Bank Pikko—yang kini dikenal sebagai Bank Century—akan menurun drastis. Namun prediksi tersebut meleset, karena harga saham justru meningkat pada saat jatuh tempo. 

Akibatnya, 52 dari 127 perusahaan efek yang terdaftar di Bapepam pada waktu itu dikenai sanksi denda sebesar 1 miliar rupiah.

Fenomena short selling juga pernah dikaitkan dengan krisis besar di pasar modal Amerika Serikat, seperti yang terjadi pada tahun 1930 (Great Depression) dan 2008 (Great Recession). 

Investor yang tidak melakukan short selling mencurigai bahwa para short seller turut menyebarkan kabar negatif dengan tujuan menurunkan harga saham.

Isu mengenai short selling kembali mengemuka dalam beberapa bulan terakhir akibat pandemi covid-19. 

Pada Januari 2021, perhatian investor global tertuju pada Amerika Serikat ketika saham GameStop—perusahaan yang bergerak di sektor game—mengalami lonjakan tajam. 

Padahal selama pandemi, perusahaan ini mencatatkan kerugian dan harga sahamnya diprediksi akan terus melemah, menjadikannya target empuk bagi para investor besar dari Wall Street untuk melakukan short selling.

Tak terduga, harga saham GameStop justru melonjak akibat aksi beli massal dari investor ritel yang memandang short selling sebagai praktik yang merugikan. 

Kenaikan harga tersebut menyebabkan kerugian besar bagi institusi keuangan, mencapai miliaran dolar AS.

Tidak hanya di AS, aktivitas short selling juga menuai protes dari sejumlah negara lain seperti Italia, Prancis, dan Korea Selatan. 

Mengutip laporan dari Bloomberg, pada tahun 2016 Korea Selatan pernah menjatuhkan denda senilai 7,5 miliar won (sekitar 90 miliar rupiah) kepada Goldman Sachs Ltd, salah satu institusi keuangan terkemuka di dunia, karena praktik naked short selling yang dilakukan perusahaan tersebut.

Sebagai penutup, pengertian short selling mencerminkan risiko tinggi dalam dunia pasar modal, sehingga perlu dipahami secara menyeluruh sebelum diterapkan oleh investor.

Terkini

Pemain Badminton Indonesia Bersiap Tampil di Hong Kong Open

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:20 WIB

Real Madrid Siap Perkuat Pertahanan Jelang Musim Baru

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:19 WIB

Barcelona Konfirmasi Rashford Akan Bertahan Sepanjang Musim

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:18 WIB

4 Shio Besok Diprediksi Nikmati Hari dengan Energi Positif

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:15 WIB