Cara Melupakan Orang yang Kita Sayang dengan Lima Tahapan

Bru
Rabu, 30 Juli 2025 | 09:53:41 WIB
cara melupakan orang yang kita sayang

Cara melupakan orang yang kita sayang butuh waktu dan hati yang kuat, apalagi jika kenangan bersamanya sudah begitu dalam tertanam.

Kisah cinta yang pernah dijalani bersama seseorang yang istimewa akan selalu menjadi bagian dari ingatan yang sulit terhapus. 

Sayangnya, tidak semua kisah berakhir bahagia. Hubungan bisa kandas kapan saja, seiring dengan sifat alami manusia yang silih berganti hadir dalam hidup kita. 

Pernahkah kamu mengharapkan seseorang dari masa lalu bisa kembali hadir? Lalu, bagaimana cara menghadapi kenyataan dan cara untuk melupakan orang yang kita sayang?

Melepaskan seseorang sering kali menjadi proses pembelajaran yang menyimpan makna tersendiri. Setiap individu memiliki pendekatannya masing-masing untuk bisa “pulih” dari masa lalu, terlebih jika orang itu begitu berharga. 

Proses melupakan tidak hanya terbatas pada kisah cinta, tapi juga bisa menyangkut hubungan dengan anggota keluarga, seperti saat kehilangan orang tercinta karena kematian, dan akhirnya harus belajar menerima bahwa hidup tetap harus berjalan tanpa kehadirannya.

Seorang psikiater asal Zürich bernama Kübler-Ross, yang juga menulis buku On Death and Dying setelah melanjutkan studi di Universitas Chicago, pernah meneliti lebih dari 500 pasien yang mengalami kedukaan karena kehilangan orang tercinta. 

Dari hasil penelitiannya, Ross memperkenalkan lima tahapan berduka yang dikenal luas dengan sebutan The Five Stages of Grief, menggambarkan reaksi emosional yang umum dialami seseorang saat kehilangan sosok penting dalam hidupnya.

Karena itu, cara melupakan orang yang kita sayang tak bisa disamakan antara satu orang dan lainnya, tetapi yang terpenting adalah mengizinkan diri untuk memulihkan luka, menerima kenyataan, dan perlahan melangkah maju.

Lima Tahap Berduka oleh Kubler-Ross sebagai Cara Melupakan Orang yang Kita Sayang

Perlu dipahami bahwa teori yang dikemukakan oleh Kübler-Ross pada awalnya bertujuan untuk menggambarkan kondisi psikologis pasien yang menderita penyakit berat, bukan untuk menjelaskan perasaan duka yang dialami oleh keluarga atau sahabat yang ditinggalkan.

Namun seiring waktu, konsep ini ternyata juga dapat diterapkan pada keluarga dan orang terdekat pasien. 

Lima tahap berduka yang dijabarkan tersebut kini dipahami sebagai penjelasan mengapa seseorang bisa merasakan kesedihan mendalam atau duka berkepanjangan setelah kehilangan orang yang dicintai.

Dalam menghadapi peristiwa yang menggores secara emosional, seperti perpisahan dengan seseorang yang sangat kita sayangi, ada proses bertahap yang perlu dilalui agar kita bisa menerima kenyataan dan bangkit untuk kembali melanjutkan hidup. 

Lima tahapan berduka menurut Kübler-Ross ini dapat dijadikan panduan yang berguna sebagai cara melupakan orang yang kita sayang.

1. Penolakan (Denial)

Ketika kehilangan seseorang yang sangat berarti, sering kali individu sulit mempercayai bahwa kejadian tersebut benar-benar nyata. 

Mereka cenderung menganggap semuanya hanya bayangan atau mimpi semata, dan merasa orang yang telah pergi itu hanya sedang tidak ada untuk sementara waktu.

Dalam fase ini, mungkin saja seseorang merasa seolah masih mendengar suara atau melihat sosok orang yang dirindukan. Reaksi seperti ini wajar terjadi. 

Penolakan berperan sebagai mekanisme alami untuk menahan guncangan emosional serta mengurangi rasa sakit mendalam yang muncul secara tiba-tiba.

Meski begitu, proses ini juga memberikan ruang bagi diri untuk mulai memahami kenyataan secara bertahap. Namun, jika dibiarkan terlalu lama, emosi-emosi yang ditekan tersebut bisa menjadi bom waktu yang suatu saat meledak tanpa disadari.

2. Kemarahan (Anger)

Setelah fase penolakan, individu biasanya mulai menghadapi kenyataan yang menyakitkan, dan emosi yang tertahan pun mulai muncul ke permukaan dalam bentuk kemarahan. 

Otak manusia secara naluriah akan mencari penyebab atas kejadian yang tak diharapkan, dan biasanya menyalahkan keadaan atau orang lain. Contohnya, merasa marah ketika mengetahui pasangan berselingkuh dan akhirnya memutuskan hubungan.

Perasaan kecewa, penyesalan, serta anggapan bahwa hidup terasa tidak adil adalah pemicu munculnya amarah. Meski begitu, penting disadari bahwa emosi ini adalah bagian dari proses penyembuhan.

Alih-alih menekan atau meluapkannya secara negatif, ada baiknya rasa marah tersebut dipahami dan disalurkan lewat cara-cara yang sehat. 

Misalnya, melalui teknik pengelolaan emosi seperti mencari tempat tenang untuk berteriak, berbicara dengan orang terdekat, atau mengekspresikan diri lewat aktivitas yang menyenangkan seperti melukis atau menulis. 

Ini bisa menjadi bentuk pelampiasan yang lebih konstruktif, sekaligus membantu mempercepat proses pemulihan emosional.

3. Penawaran (Bargaining)

Dalam fase ini, seseorang mulai memikirkan berbagai cara seandainya ia bisa mengubah keadaan atau memperbaiki keputusan yang telah diambil. 

Hal ini muncul karena sulitnya menerima bahwa tak semua hal bisa dikendalikan atau diperbaiki dalam hidup, termasuk ketika seseorang harus melepaskan orang yang sangat dicintai.

Banyak dari kita mulai memutar ulang masa lalu dan membayangkan skenario berbeda, seperti, “Kalau saja aku menjawab teleponnya waktu itu,” atau, “Kalau aku menerima ajakannya untuk kembali, mungkin keadaannya akan berbeda.” 

Pikiran-pikiran ini muncul sebagai bentuk usaha untuk mengurangi rasa bersalah, kehilangan, dan luka batin.

Beberapa individu bahkan berupaya melakukan tawar-menawar secara spiritual, berharap jika mereka bisa melakukan sesuatu, maka orang yang dicintai bisa kembali. 

Di tahap ini, kenangan masa lalu pun menjadi sangat dominan dan seolah-olah memberi harapan palsu bahwa segalanya bisa diperbaiki.

Namun, penting untuk menyadari bahwa mengkhayalkan hal-hal yang tidak mungkin diubah hanya akan memperpanjang rasa sakit. 

Belajar menerima kenyataan, seberat apa pun itu, merupakan langkah penting agar kita tidak terjebak dalam ilusi dan mulai menjalani kehidupan dengan pandangan yang lebih jernih.

4. Depresi

Tahapan ini termasuk yang paling berat dalam proses berduka. Pada fase ini, seseorang tidak hanya merasakan kehilangan sosok yang dicintai, tetapi juga bisa merasa kehilangan jati dirinya. 

Ketika emosi negatif terus-menerus dipikirkan setelah kehilangan seseorang, maka pertanyaan mengenai makna hidup dan nilai diri akan muncul berulang kali.

Pertanyaan seperti, “Bagaimana aku bisa menjalani hidup tanpanya?” atau “Apa arti hidupku tanpa kehadirannya?” kerap menghantui dan memicu pemikiran negatif lain yang membuat kondisi emosional semakin rentan. 

Rasa rindu dan duka yang mendalam seringkali datang tanpa diundang, dan bisa berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. 

Kehidupan seolah kehilangan makna, dan situasi ini dapat menjadi sangat mengkhawatirkan bila tidak ditangani dengan tepat.

Bila kamu sedang berada dalam fase ini, penting untuk mencari dukungan dari profesional seperti psikolog atau psikiater. Mereka bisa membantumu mencari penanganan yang sesuai. 

Jangan ragu pula untuk berbicara dengan orang-orang terdekat yang kamu percaya. Ingatlah bahwa kamu tidak sendiri.

5. Penerimaan (Acceptance)

Setelah melewati empat tahap yang cukup menguras emosi dan energi, seseorang mulai menyadari bahwa rasa duka yang dialami bukanlah sesuatu yang bersifat permanen. 

Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak perlawanan terhadap realitas, pada tahap penerimaan biasanya seseorang mulai bisa tidur lebih nyenyak dan merasa lebih damai. Pada fase ini, suasana hati menjadi lebih seimbang. 

Jika sebelumnya cenderung menenangkan diri dengan hal-hal yang merusak diri seperti minuman keras, melampiaskan amarah, atau perilaku menyakiti diri sendiri, kini rasa sedih mulai dialihkan pada aktivitas yang lebih positif, seperti menyelesaikan tugas yang lama tertunda.

Ketika seseorang sampai pada tahap penerimaan, ia mulai berdamai dengan realitas dan menemukan kembali semangat dalam menjalani rutinitas. 

Aktivitas-aktivitas yang dulu terasa berat mulai bisa dinikmati lagi, termasuk melakukan hobi atau kegiatan yang menyenangkan.

Namun, menerima kenyataan tidak berarti bebas dari rasa sakit, trauma, atau emosi lainnya. 

Penerimaan adalah bentuk kesadaran penuh atas kondisi yang terjadi, mengakui bahwa emosi itu sah untuk dirasakan, dan perlahan belajar menjalani hidup dengan realitas tersebut. 

Pada titik ini, seseorang menjadi lebih mampu mengambil keputusan tanpa menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi.

Kelima tahapan berduka ini tidak selalu dialami secara urut dan linier. Ketika mencoba melupakan orang yang kita cintai, sangat wajar bila muncul perubahan suasana hati, pola pikir, hingga perilaku. 

Memahami kenyataan yang tidak sesuai harapan memang sangat sulit, apalagi jika perasaan kecewa mendominasi hati. Namun, semua itu adalah bagian dari proses yang manusiawi.

Melewati Proses Berduka dan Fokus Pada Diri Sendiri untuk Melupakan Orang yang Kita Sayang

Rasa kehilangan, kesedihan, dan luka emosional tidak harus dipikul seorang diri. Jika beban yang dirasakan terasa berat, tak ada salahnya untuk membagikan isi hati dan berkonsultasi dengan tenaga profesional seperti psikolog, yang bisa membantu kita melalui masa duka. 

Lalu, seperti apa cara terbaik untuk menghadapi proses kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup? Berikut ini beberapa pendekatan yang bisa diterapkan untuk membantu pemulihan emosi:

1. Belajar Memaafkan Diri dan Menerima Keadaan

Setelah kehilangan sosok yang kita kasihi, sering kali timbul rasa kecewa dan penyesalan terhadap diri sendiri. 

Kita mungkin membayangkan betapa menyenangkannya masa lalu jika saja kita bertindak berbeda, atau berharap bisa mengulang waktu agar bisa memperbaiki keadaan. 

Pikiran-pikiran seperti berharap memiliki lebih banyak waktu bersamanya atau menciptakan akhir cerita yang lain kerap kali muncul dan membebani pikiran.

Namun, penting untuk menyadari bahwa waktu tak bisa diulang. Yang bisa kita lakukan adalah menerima kenyataan dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Memaafkan diri bukanlah hal yang mudah. 

Ini bukan sekadar melupakan atau berpura-pura tidak terjadi, tetapi merupakan proses panjang yang memerlukan kesabaran.

Langkah awal dalam memaafkan diri adalah mengakui bahwa semua emosi yang dirasakan adalah sah dan wajar. Rasa sedih, kecewa, atau marah adalah reaksi alami dari sebuah kehilangan. 

Kita harus menyadari bahwa tak semua hal dalam hidup berada dalam kendali kita. Ada banyak keadaan yang memang di luar kuasa kita untuk diubah.

Menerima tanggung jawab atas pilihan yang telah dibuat, tanpa terus-menerus menyalahkan keadaan, adalah bagian penting dari proses ini. 

Rasa bersalah, malu, atau kecewa terhadap diri sendiri mungkin akan muncul, namun semua itu adalah bagian dari perjalanan dalam mengenali siapa kita sebenarnya dan bagaimana kita bisa tumbuh dari pengalaman tersebut.

2. Menemukan Kembali Makna Diri Melalui Aktivitas Positif

Meninggalkan seseorang yang pernah hadir dalam hidup tentu membutuhkan waktu dan keberanian, terutama jika hubungan tersebut telah memberi pengaruh besar terhadap kepribadian kita. 

Apalagi jika hubungan itu sempat menjerumuskan kita ke dalam lingkungan yang tidak sehat secara emosional, sehingga menjauhkan kita dari jati diri.

Setelah berhasil melepaskan diri dari hubungan yang merugikan, akan muncul ruang untuk melakukan hal-hal yang dulu terabaikan. 

Aktivitas-aktivitas yang dulu disukai bisa kembali dijalani, dan waktu yang dulu habis untuk orang lain kini bisa dimanfaatkan untuk mengenali diri sendiri lebih dalam.

Meski telah bersama seseorang yang membuat nyaman, penting untuk tetap menyediakan ruang untuk diri sendiri. 

Meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai secara mandiri dapat membantu membentuk identitas pribadi yang kuat dan berdampak positif pada kualitas hubungan yang dijalani.

Ketika sudah memahami kebutuhan pribadi dan batasan yang tak boleh dilanggar oleh pasangan, penting untuk menyampaikannya secara terbuka. Komunikasi dua arah yang sehat bisa menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan saling menghargai.

Salah satu cara menumbuhkan kembali penghargaan terhadap diri sendiri adalah berhenti melakukan sesuatu semata-mata untuk memenuhi ekspektasi orang lain. 

Seperti yang pernah disampaikan oleh Anne Hathaway, aktris ternama Hollywood, jika terlalu sering memikirkan penilaian orang lain, kita akan kehilangan jati diri dan makna hidup pun akan terasa hilang.

Setelah mampu menghargai diri sendiri, lakukanlah kegiatan positif yang membawa kebahagiaan. Setiap individu pasti memiliki kelemahan, dan tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi seperti orang lain. 

Mengenali kemampuan dan keterbatasan pribadi adalah langkah penting untuk bisa fokus pada apa yang bisa dikembangkan, sehingga kita bisa terus bertumbuh dan menjadi pribadi yang lebih baik.

3. Membuka Hati untuk Kehadiran Orang Baru

Setelah berhasil merasa nyaman dan berdamai dengan diri sendiri, tahap selanjutnya adalah membuka diri terhadap kehadiran orang lain (self-disclosure). 

Memberi ruang untuk mengenal diri sendiri lebih dalam merupakan langkah penting sebelum menerima kehadiran baru dalam hidup. 

Ketika kita sudah memahami batasan pribadi, akan lebih mudah menyampaikan perasaan kepada orang lain tanpa harus mengungkapkan sisi yang ingin tetap kita jaga sebagai bagian dari privasi.

Langkah pertama dalam membuka diri adalah memusatkan perhatian pada kehidupan saat ini, bukan terus mengungkit masa lalu. 

Meskipun ada kalanya masa lalu perlu dibagikan, terlalu sering membahasnya justru bisa menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya pulih. 

Saat menjalin hubungan baru, usahakan menampilkan versi diri yang telah berkembang, bukan versi yang terjebak dalam kenangan dan pengalaman lama yang justru bisa menghambat perjalanan ke depan.

Meski demikian, membuka diri sebaiknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Kita perlu waktu untuk menilai sejauh mana tingkat keterbukaan itu bisa selaras dengan orang baru yang ditemui. 

Tak perlu takut untuk memulai hubungan baru, namun tetap waspada karena tidak semua orang bisa langsung mengerti dan menerima kita sepenuhnya. 

Proses mengenal seseorang membutuhkan waktu dan beberapa kali interaksi. Amati bagaimana lawan bicara merespons berbagai topik yang kamu sampaikan. 

Bila responsnya tidak seimbang dan dia lebih banyak membicarakan dirinya sendiri tanpa menunjukkan ketertarikan untuk memahami kamu, sebaiknya pertimbangkan kembali untuk melanjutkan hubungan tersebut. 

Ini bisa menjadi bagian penting dari cara untuk melupakan orang yang kita sayang, yaitu dengan membuka lembaran baru, namun tetap menjaga diri dari hubungan yang tidak sehat.

Sebagai penutup, cara melupakan orang yang kita sayang memang butuh waktu, tapi dengan menerima kenyataan dan membuka lembaran baru, luka itu perlahan akan sembuh.

Terkini

Pemain Badminton Indonesia Bersiap Tampil di Hong Kong Open

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:20 WIB

Real Madrid Siap Perkuat Pertahanan Jelang Musim Baru

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:19 WIB

Barcelona Konfirmasi Rashford Akan Bertahan Sepanjang Musim

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:18 WIB

4 Shio Besok Diprediksi Nikmati Hari dengan Energi Positif

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:15 WIB